Namaku Dara. Seorang anak penjual bubur keliling. Aku dan
ibuku yang sudah mulai sakit-sakitan tinggal dipinggiran kota besar di negeri
ini. Rumahku kecil dan sederhana. Bahkan terlalu sederhana. Meskipun
penghasilan kami dari menjual bubur tidak banyak, tetapi Alhamdulillah sampai
saat ini aku masih bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Dan
karena beasiswa juga lah aku mampu kuliah.
Ibuku berjualan setiap hari dari pagi hingga ba’da ashar.
Kami sudah punya tempat berjualan tetap. Meskipun tempatnya tidak besar, tapi
selalu ramai pembeli. Aku bahagia dengan hidupku yang serba pas-pasan ini,
karena aku memiliki seorang ibu yang kuat dan sabar. Kalau saja ayahku tidak
meninggalkan ibu dan aku, mungkin kehidupan kami sekarang lebih baik. Ibu
bilang ayah masih hidup dan sudah berkeluarga juga memilki 2 orang anak dari
istrinya sekarang. Aku tak tahu kenapa ibu begitu menyanjung ayah meskipun dia
sudah meninggalkan kami. Yang aku tahu, ayah dijodohkan oleh orangtuanya dan
kakekku tidak pernah merestui hubungan ayah ibuku. Hingga aku lahir dan besar
seperti sekarang ini, aku belum pernah dipertemukan dengan sosok ayahku itu.
Hanya cerita – cerita ibulah yang mengobati rinduku pada sosok ayah.
***
Hari ini, ibu bangun pagi sekali seperti hari – hari
sebelumnya. Ibu menyiapkan semua perlengkapan jualan. Selepas sembahyang
shubuh, aku membantu ibu menyiapkan semuanya. Dan seperti biasa, jam 05.30 pagi
aku mengantarkan gerobak bubur ke tempat
kami biasa berjualan. Aku biasa membantu ibu hingga pukul 07.00. Setelah
itu aku kuliah. Namun jika aku sedang tidak ada jadwal kuliah, maka aku bisa
seharian membantu ibuku berjualan.
Setiap hari aku pergi ke kampus menggunakan sepeda butut
yang sudah menemaniku sejak dari bangku SMP. Meskipun butut, ia masih kuat
menopangku kemanapun aku mau. Hari ini aku ada jadwal kuliah pagi. Setelah
membantu ibu, aku langsung bergegas kuliah. Begitu sampai dikampus, kuparkirkan
sepedaku ditempat biasanya dan saat itu kebetulan sekali aku bertemu kak Vita
ditempat parkir.
Kak Vita adalah anak seorang dokter. Dia pelanggan tetap
ibuku juga. Kami baru tahu kalau ternyata kami satu kampus. Dan sejak saat itu,
kak Vita semakin rajin berkunjung ketempat kami. Ayahnya adalah dokter yang
biasa memeriksa ibu. Meskipun kak Vita anak orang kaya, tapi tak pernah
sedikitpun dia memamerkan hartanya di depanku. Bahkan dia tak pernah menawariku
untuk numpang mobilnya kalau pulang kuliah. Bukan karena sombong atau apa. Dulu
dia pernah mengajakku pulang bersama namun aku menolaknya mentah-mentah, dan
kak Vita menghargai penolakanku.
Pernah suatu hari aku tidak membawa sepeda ke kampus, aku
terpaksa ikut mobilnya karena aku tak enak menolak terus menerus dan tidak ada
alasanku untuk menolaknya kala itu. Di dalam mobil, kak Vita banyak
menceritakan seorang laki-laki yang masih satu kampus dengan kami. Dia anak
teknik sedangkan kak Vita anak Sastra dan aku sendiri mengambil jurusan Fotografi.
Dari ceritanya, kak Vita Nampak begitu suka pada lelaki itu. Sudah tampan,
baik, perhatian lagi. Itu yang aku tangkap dari pembicaraan kami selama
diperjalanan. Kak Vita lantas pergi setelah mengantarkanku sampai depan pintu
rumahku. Sesampainya dirumah, aku langsung sembahyang dan kemudian membantu ibu
menggorengkan kerupuk untuk jualan besok. Kebetulan besok aku tidak ada jadwal
jadi aku membantu ibu seharian berjualan bubur. Selesai membantu ibu, aku
istirahatkan tubuhku dari penat dan lelahku.
***
Pagi pun datang. Aku dan ibu sudah siap untuk mencari nafkah
ditempat biasa. Hari itu pembeli lumayan banyak. Meski lelah, aku senang karena
pendapatan kami hari ini lumayan untuk menambah keperluan sehari-hari. Hari itu
ada seorang pembeli baru yang berkunjung ke tempat jualanku. Kuperhatikan dia.
Wajahnya nampak tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihatnya. Sepertinya
dia juga mengenaliku. Tapi sama halnya denganku, dia juga tak tahu kapan dan
dimana kami pernah saling bertemu.
***
Besoknya, aku membantu ibu seperti biasa sampai jam 7 saja,
aku ada kelas pagi dan siangnya harus menyiapkan semua atribut untuk acara
amal. Kebetulan aku menjabat ketua HIMA dikampusku, jadi kadang-kadang aku suka
kewalahan sendiri untuk membagi waktu antara kuliah, membantu ibu dan mengurus
HIMA. Tapi untungnya ibuku baik sekali dan mengijinkanku untuk tetap aktif
dikemahasiswaan. Ibu pikir itulah caraku sebagai orang miskin bersosialisasi.
Kalau aku tidak aktif dikampus, lantas siapa yang akan mengenaliku dan sudah
pasti aku tidak akan memiliki teman seperti saat ini.
Aku menjabat ketua HIMA sudah hampir satu tahun, aku
terpilih dari 5 kandidat yang mencalonkan waktu itu, teman-teman memilihku
karena menurut mereka aku pantas. Padahal aku sendiri tidak yakin akan kemampuanku.
Tapi aku terus berusaha dan Alhamdulillah berkat dukungan teman-teman yang
mencintaiku apa adanya, aku bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawabku selama
ini. Semua program yang aku ajukan berjalan dengan lancar dan selalu memberikan
dampak positif bagi kampus kami. Semua itu kurasa karena kekompakan dan
kebersamaan seluruh anggota HIMA. Dan untuk program kali ini aku mengajukan acara bertema “Peduli
Anak dan Orang tua”. Rencananya, akhir minggu ini aku dan teman-teman akan
mengunjungi panti asuhan dan panti jompo yang ada di sekitar kampus. Aku
berencana membagikan makanan, buku-buku, dan pakaian yang masih layak pakai dan
tentunya tak harus baru. Aku meminta seluruh mahasiswa untuk menyumbang seikhlasnya apa saja yang mereka punya yang
sudah tak terpakai lagi. Aku membuat posko penampungan di depan pintu masuk,
tujuannya agar semua mahasiswa yang akan masuk melihatnya dan paling tidak ada
yang memberikan sedikit hartanya untuk disumbangkan.
Sudah dua hari program ku berjalan dibantu teman-teman HIMA
yang lain. Yang paling semangat membantuku adalah Ari. Entah karena jiwa
sosialnya yang juga tinggi, atau karena alasan lain sehingga Ari selalu paling
depan kalau aku meminta bantuan. Dan teman-teman ku yang lain selalu
meledeknya. Semua orang mengira Ari menyukaiku. Ari adalah salah satu anak
petinggi kampusku. Namun ia tak seperti kebanyakan anak orang kaya lain yang
memanfaatkan kekuasaan orangtuanya untuk menindas orang lain yang lemah. Ari lah
yang selalu membantuku dikampus. Kami berteman sudah hampir satu tahun. Ya, selama aku menjabat sebagai
HIMA dia selalu ada untukku. Mungkin dialah orang yang paling berjasa dalam
hidupku selama ini, dia juga lah yang sering membuatkan absen untukku kalau aku
tidak masuk kuliah karena berjualan. Pokonya Ari lah yang tahu semuanya
tentangku. Dan aku berhutang banyak padanya. Berkat dia juga aku masih bisa
mendapatkan beasiswa dari kampus. Ari memang super hero ku, tapi entah kenapa
meskipun orang-orang bilang kalau dia menyukaiku dan dia juga pernah memintaku
untuk menjadi pacarnya, aku tetap menganggapnya sebagai teman. Perasaanku
padanya tak bisa kugantikan dengan cinta sebagai pacar. Aku sadar kalau aku
bukan apa –apa dan tak layak untuknya. Dan meskipun Ari tahu aku tak memiliki
perasaan yang sama dengannya, dia tetap selalu ada untukku.
...bersambung...