Bubur Cinta Dara (1)

Thursday, March 14, 2013


Namaku Dara. Seorang anak penjual bubur keliling. Aku dan ibuku yang sudah mulai sakit-sakitan tinggal dipinggiran kota besar di negeri ini. Rumahku kecil dan sederhana. Bahkan terlalu sederhana. Meskipun penghasilan kami dari menjual bubur tidak banyak, tetapi Alhamdulillah sampai saat ini aku masih bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Dan karena beasiswa juga lah aku mampu kuliah.

Ibuku berjualan setiap hari dari pagi hingga ba’da ashar. Kami sudah punya tempat berjualan tetap. Meskipun tempatnya tidak besar, tapi selalu ramai pembeli. Aku bahagia dengan hidupku yang serba pas-pasan ini, karena aku memiliki seorang ibu yang kuat dan sabar. Kalau saja ayahku tidak meninggalkan ibu dan aku, mungkin kehidupan kami sekarang lebih baik. Ibu bilang ayah masih hidup dan sudah berkeluarga juga memilki 2 orang anak dari istrinya sekarang. Aku tak tahu kenapa ibu begitu menyanjung ayah meskipun dia sudah meninggalkan kami. Yang aku tahu, ayah dijodohkan oleh orangtuanya dan kakekku tidak pernah merestui hubungan ayah ibuku. Hingga aku lahir dan besar seperti sekarang ini, aku belum pernah dipertemukan dengan sosok ayahku itu. Hanya cerita – cerita ibulah yang mengobati rinduku pada sosok ayah.

***

Hari ini, ibu bangun pagi sekali seperti hari – hari sebelumnya. Ibu menyiapkan semua perlengkapan jualan. Selepas sembahyang shubuh, aku membantu ibu menyiapkan semuanya. Dan seperti biasa, jam 05.30 pagi aku mengantarkan gerobak bubur ke tempat  kami biasa berjualan. Aku biasa membantu ibu hingga pukul 07.00. Setelah itu aku kuliah. Namun jika aku sedang tidak ada jadwal kuliah, maka aku bisa seharian membantu ibuku berjualan.

Setiap hari aku pergi ke kampus menggunakan sepeda butut yang sudah menemaniku sejak dari bangku SMP. Meskipun butut, ia masih kuat menopangku kemanapun aku mau. Hari ini aku ada jadwal kuliah pagi. Setelah membantu ibu, aku langsung bergegas kuliah. Begitu sampai dikampus, kuparkirkan sepedaku ditempat biasanya dan saat itu kebetulan sekali aku bertemu kak Vita ditempat parkir.

Kak Vita adalah anak seorang dokter. Dia pelanggan tetap ibuku juga. Kami baru tahu kalau ternyata kami satu kampus. Dan sejak saat itu, kak Vita semakin rajin berkunjung ketempat kami. Ayahnya adalah dokter yang biasa memeriksa ibu. Meskipun kak Vita anak orang kaya, tapi tak pernah sedikitpun dia memamerkan hartanya di depanku. Bahkan dia tak pernah menawariku untuk numpang mobilnya kalau pulang kuliah. Bukan karena sombong atau apa. Dulu dia pernah mengajakku pulang bersama namun aku menolaknya mentah-mentah, dan kak Vita menghargai penolakanku.

Pernah suatu hari aku tidak membawa sepeda ke kampus, aku terpaksa ikut mobilnya karena aku tak enak menolak terus menerus dan tidak ada alasanku untuk menolaknya kala itu. Di dalam mobil, kak Vita banyak menceritakan seorang laki-laki yang masih satu kampus dengan kami. Dia anak teknik sedangkan kak Vita anak Sastra dan aku sendiri mengambil jurusan Fotografi. Dari ceritanya, kak Vita Nampak begitu suka pada lelaki itu. Sudah tampan, baik, perhatian lagi. Itu yang aku tangkap dari pembicaraan kami selama diperjalanan. Kak Vita lantas pergi setelah mengantarkanku sampai depan pintu rumahku. Sesampainya dirumah, aku langsung sembahyang dan kemudian membantu ibu menggorengkan kerupuk untuk jualan besok. Kebetulan besok aku tidak ada jadwal jadi aku membantu ibu seharian berjualan bubur. Selesai membantu ibu, aku istirahatkan tubuhku dari penat dan lelahku.

***
Pagi pun datang. Aku dan ibu sudah siap untuk mencari nafkah ditempat biasa. Hari itu pembeli lumayan banyak. Meski lelah, aku senang karena pendapatan kami hari ini lumayan untuk menambah keperluan sehari-hari. Hari itu ada seorang pembeli baru yang berkunjung ke tempat jualanku. Kuperhatikan dia. Wajahnya nampak tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihatnya. Sepertinya dia juga mengenaliku. Tapi sama halnya denganku, dia juga tak tahu kapan dan dimana kami pernah saling bertemu.

***

Besoknya, aku membantu ibu seperti biasa sampai jam 7 saja, aku ada kelas pagi dan siangnya harus menyiapkan semua atribut untuk acara amal. Kebetulan aku menjabat ketua HIMA dikampusku, jadi kadang-kadang aku suka kewalahan sendiri untuk membagi waktu antara kuliah, membantu ibu dan mengurus HIMA. Tapi untungnya ibuku baik sekali dan mengijinkanku untuk tetap aktif dikemahasiswaan. Ibu pikir itulah caraku sebagai orang miskin bersosialisasi. Kalau aku tidak aktif dikampus, lantas siapa yang akan mengenaliku dan sudah pasti aku tidak akan memiliki teman seperti saat ini.

Aku menjabat ketua HIMA sudah hampir satu tahun, aku terpilih dari 5 kandidat yang mencalonkan waktu itu, teman-teman memilihku karena menurut mereka aku pantas. Padahal aku sendiri tidak yakin akan kemampuanku. Tapi aku terus berusaha dan Alhamdulillah berkat dukungan teman-teman yang mencintaiku apa adanya, aku bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawabku selama ini. Semua program yang aku ajukan berjalan dengan lancar dan selalu memberikan dampak positif bagi kampus kami. Semua itu kurasa karena kekompakan dan kebersamaan seluruh anggota HIMA. Dan untuk program  kali ini aku mengajukan acara bertema “Peduli Anak dan Orang tua”. Rencananya, akhir minggu ini aku dan teman-teman akan mengunjungi panti asuhan dan panti jompo yang ada di sekitar kampus. Aku berencana membagikan makanan, buku-buku, dan pakaian yang masih layak pakai dan tentunya tak harus baru. Aku meminta seluruh mahasiswa untuk menyumbang  seikhlasnya apa saja yang mereka punya yang sudah tak terpakai lagi. Aku membuat posko penampungan di depan pintu masuk, tujuannya agar semua mahasiswa yang akan masuk melihatnya dan paling tidak ada yang memberikan sedikit hartanya untuk disumbangkan.

Sudah dua hari program ku berjalan dibantu teman-teman HIMA yang lain. Yang paling semangat membantuku adalah Ari. Entah karena jiwa sosialnya yang juga tinggi, atau karena alasan lain sehingga Ari selalu paling depan kalau aku meminta bantuan. Dan teman-teman ku yang lain selalu meledeknya. Semua orang mengira Ari menyukaiku. Ari adalah salah satu anak petinggi kampusku. Namun ia tak seperti kebanyakan anak orang kaya lain yang memanfaatkan kekuasaan orangtuanya untuk menindas orang lain yang lemah. Ari lah yang selalu membantuku dikampus. Kami berteman sudah hampir  satu tahun. Ya, selama aku menjabat sebagai HIMA dia selalu ada untukku. Mungkin dialah orang yang paling berjasa dalam hidupku selama ini, dia juga lah yang sering membuatkan absen untukku kalau aku tidak masuk kuliah karena berjualan. Pokonya Ari lah yang tahu semuanya tentangku. Dan aku berhutang banyak padanya. Berkat dia juga aku masih bisa mendapatkan beasiswa dari kampus. Ari memang super hero ku, tapi entah kenapa meskipun orang-orang bilang kalau dia menyukaiku dan dia juga pernah memintaku untuk menjadi pacarnya, aku tetap menganggapnya sebagai teman. Perasaanku padanya tak bisa kugantikan dengan cinta sebagai pacar. Aku sadar kalau aku bukan apa –apa dan tak layak untuknya. Dan meskipun Ari tahu aku tak memiliki perasaan yang sama dengannya, dia tetap selalu ada untukku.

...bersambung...
 

©Copyright 2011 Pabrik Huruf | TNB