My Secret Admirer (2)

Thursday, April 11, 2013

Di sela-sela kesibukan pekerjaannya, Tari masih memikirkan siapa si pemuja rahasia yang selama ini menghantui kehidupannya. Bukannya senang, Tari malah ketakutan. Bagaimana tidak. Bayangkan saja jika kita mendapatkan pesan-pesan romantis setiap hari. Bahkan setiap saat. Sudah seperti di serang teroris saja. Sudah satu minggu lebih si pemuja rahasia itu mengirimkan puisi-puisi, kata-kata cinta dan pujian-pujian kepada Tari. Belum lagi bunga dan bingkisan lainnya yang diikutsertakan oleh orang aneh ini. Benar-benar rapi dan teratur. Seperti sudah direncanakan sebelumnya. Seperti biasa, Tari membuka email dan ia kembali diresahkan dengan puluhan pesan masuk yang dikirim oleh si pemuja rahasia.

 "Ini sih namanya udah spam-ing, tiap gw buka email pasti orang aneh itu lagi yang ngirim. Udah gitu isinya gitu-gitu mulu. Bikin gw takut aja sih nih orang." Tari mengeluh.

Kali ini Tari tidak ambil pusing dan tidak terlalu memikirkan tentang pesan-pesan dari orang itu. Tari sudah mulai terbiasa membacanya. Meskipun setiap kali membaca isi pesan itu Tari pasti langsung menggerutu sendiri.

To : Secret Admirer
Subject : ENOUGH!

Siapapun kamu, aku gak pernah peduli. Aku juga gak tahu siapa kamu, dan aku gak akan pernah mau tahu siapa kamu. Yang ingin aku tanyakan adalah kenapa harus aku objek yang kamu teror setiap saat? Apa aku punya salah sama kamu? Aku sudah cukup muak membaca pesan yang berbeda-beda darimu. Aku mohon, kalau kamu memang laki-laki sejati, tunjukkan dirimu. Jangan bersembunyi dibalik kata-kata romantismu itu. Karena aku sama sekali tidak menyukainya. 

Thanks.

Tidak lama kemudian, ada balasan pesan masuk ke email Tari. Tidak seperti biasanya, si pengirim rahasia itu kini membalas pesan Tari.

From : Secret Admirer
Subject : I am really sorry

Aku akan menemuimu saat hari ulang tahunmu tiba. :)

"Cuma gini doang? Orang aneh itu cuma bales email gw yang panjang lebar hanya dengan ngomong kayak gitu doang? Sumpah ya, kalo ternyata beneran dia nemuin gw, gw bakalan maki-maki dia, marah-marahin dia, kalo perlu gw tamparin wajahnya." Tari bergumam.

Hari ini, Tari pulang lebih telat dari biasanya. Bosnya yang expat lagi ada di Bandung. Jadi Tari terpaksa lembur karena harus meeting dengan bosnya itu. Tiba-tiba handphone Tari berbunyi.

"Hi, Cantik. Jangan lupa makan malam ya. Tunggu aku tepat di ulang tahunmu. :)"

"Anjrit! Sumpah ya, ini orang bener-bener neror gw banget deh. Sampe nomor hp gw dia tau juga. Masa iya gw mesti ganti nomor sih." Tari kesal.

Meeting sore ini selesai lebih cepat dari biasanya. Tari hanya telat pulang dua jam. Untungnya masih ada bus jadi Tari gak perlu pakai taksi untuk pulang. Sebetulnya kantor Tari memberikan fasilitas taksi gratis kepada karyawan seperti Tari apalagi kalau mulai lembur. Tapi Tari tidak pernah menggunakannya kecuali terpaksa. Entah apa alasan Tari untuk lebih memilih naik bus daripada taksi. Mungkin karena dulu ayah Tari sempat menjadi korban perampokan di dalam taksi hingga mengalami luka tusuk dan akhirnya meninggal. Bisa jadi trauma bagi Tari dan keluarganya untuk menaiki taksi.

"Kalo sampe rumah terus gw liat ada sesuatu yang dikirim orang sialan itu lagi, gw janji bakal bikin perhitungan beneran sama dia." Tari berucap dalam hati.

Untungnya kali ini Tari tidak menemukan apa-apa di teras rumahnya. Rumahnya nampak sepi, mungkin ibu dan adiknya sudah tidur. Pikir Tari. Tari lalu masuk ke kamar tidurnya untuk beristirahat. Namun tiba-tiba handphonenya berdering. Suara telepon masuk.

"Halo..." Tari mengangkat teleponnya.
"Mba Tari, ini saya mba." Jawab orang dibalik telepon Tari.
"Iya, ini siapa ya."
"Saya mba, Astuti. Yang biasa bantu ibu di warung. Mba Tari sudah di rumah belum?" 
"Oh, iya mba. Ada apa? Kok tumben malem-malem telepon saya? Ini saya baru nyampe banget mba. Kenapa?"
"Ini anu mba, tadi waktu saya beres-beres warung saya nemuin kado gede banget. Saya taroh di warung saja. Soalnya tadi ibu pulang duluan. Saya baru sampai rumah, jadi baru ngasih tau mba Tari."
"Kado? Kado apaan ya mba? Emang kadonya buat siapa? Tadi mba nemuinnya dimana?"
"Wah, saya juga gak tau mba, saya gak berani buka. Kayanya buat mba Tari deh. Soalnya ada suratnya. Sudah dulu ya mba, besok mba Tari lihat sendiri saja  ke warung. Malem mba Tari." Mba Astuti menutup pembicaraan malam itu.

Tari menghela nafas yang cukup panjang dan berulang-ulang. 

"Lama-lama gw bisa gila kalo tiap hari dapet kejutan aneh kayak gini terus. Sekarang apalagi coba yang dia kirim? Kebanyakan duit kali ya tu orang." Tari berbicara sendiri.

"Kak Tariiiiii... Bangun, katanya mau ngajak Nindy jalan-jalan." Suara Nindy membangunkan Tari Sabtu pagi ini. Adik kesayangan Tari ini sudah ada di atas tempat tidur kakaknya saja. Rupanya Nindy menagih janji Tari untuk mengajaknya jalan-jalan.
"Hummm, Adeee... Kakak masih ngantuk ah. Sejam lagi ya sayang. Kakak ngantuk banget nih." Ucap Tari sambil sedikit menguap.
"Iiih, kak Tari kan udah janji sama Nindy. Ayo kak, bangun." Rengek Nindy.
"Ya udah iya, tapi kakak mandi dulu ya. Masa jalan-jalan gak mandi. Kan nanti bau."

Tari mengajak Nindy jalan-jalan ke taman di dekat komplek rumahnya. Dulu, waktu Tari seumur Nindy, ayah selalu membawanya ke taman ini setiap Sabtu. Tempatnya masih sama seperti Tari kecil. Ramai dan banyak tempat duduk di pinggir kolam. Disana juga menjadi tempat orang berjualan kalau hari Sabtu. 

"Kak, aku mau liat ikan." Nindy memelas.
Tanpa banyak kata, Tari membawa adiknya melihat ikan di kolam taman itu.
"Waah, ikannya gede banget. Kalo aku bawa pulang boleh gak, kak?" Nindy mengajukan pertanyaan yang membuat Tari tertawa.
"Haha, ya gak boleh dong. Ini kan bukan tempat mancing. Ikannya cuma boleh diliat sama dikasih makan aja. Kalo dibawa pulang ya gak boleh." Jelas Tari.
"Yaaah, padahal aku kan pengen kak. Satuuuuu aja." Nindy memohon.
"Emang buat apa ikannya? Kan di rumah juga banyak ikan di kolam belakang."
"Ya buat aku laaaaah. Buat di taroh di akuarium." Jawab Nindy polos.
"Dasar bocah. Ikan di rumah juga bisa kali di taroh di akuarium." Ketus Tari dalam hati.
"Ya udah, nanti kalo kamu udah sekolah kakak bawain ikan disini buat kamu deh. Kalo sekarang sayang ikannya kan masih kecil-kecil. Kalo dibawa pulang nanti mati" Tari berkilah.

Akhirnya Nindy luluh dengan kakaknya itu. Hari semakin siang, cuaca semakin tidak bersahabat untuk tetap berada disana. Sebelum hujan Tari membawa Nindy pulang. Di perjalanan menuju rumah, tiba-tiba hujan turun dan tak terhindarkan. Mau gak mau Tari dan adiknya harus mencari tempat untuk berteduh sementara.

"Yah, padahal kan tinggal dikit lagi nyampe rumah. Kenapa harus hujan sekarang sih. Kenapa gak bentaran lagi aja turunnya." Ucap Tari sambil mengibas-ngibas baju adiknya yang sedikit basah terkena air hujan.
"Iya nih, hujannya mendadak banget ya. Deres lagi." Ucap seorang laki-laki di sebelah Tari. Rupanya laki-laki itu mendengar ucapan Tari tadi.
"Eh, hehe. Iya." Tari salah tingkah. 
"Kenalin, aku Reza. Kayaknya aku sering liat kamu. Tapi aku gak tau dimana." Laki-laki itu mengasongkan tangan kanannya.
"Oh iya, saya Tari. Oh, mungkin mas salah orang kali. Muka kayak saya kan emang pasaran." Tari merendah.
"Tari? Sepertinya nama kamu juga gak asing buat aku." Reza menambahkan.
"Ya Tuhan, bencana macam apalagi ini? Sudah cukup aku di teror sama orang misterius itu. Jangan engkau tambah dengan orang ini juga dong." Tari berucap dalam hati sambil ketakutan.
"Oh, gt ya. Yang namanya Tari kan di dunia ini banyak mas. Mungkin mas punya teman, sodara, tetangga atau mantan yang namanya sama kayak saya, kan? Hehe." Tari mulai panik.

Untunglah hujannya tidak terlalu lama. Jadi Tari bisa cepat-cepat berlalu dari orang aneh yang baru ia temui itu.
"Saya duluan, mas. Mari." Tari langsung pamit dan bergegas pergi.
"Untung ujannya keburu reda, kalo engga berapa lama gw harus ngobrol sama orang itu. Iiih, ngeri juga lama-lama." Gerutu Tari.

Di rumah, tiba-tiba Tari kepikiran kado yang di bilang oleh mba Astuti yang di taruh di warung ibunya. Tari langsung menelpon Mba Astuti.
"Halo, mba Tuti. Mba, kado yang semalem mba bilang masih ada gak? Saya mau liat." 
"Ada mba, kadonya saya taroh di ruangan mba Tari. Sekalian di ambil saja mba. Ibu juga sudah tau."
Tari langsung pergi menuju warung dan membawa adiknya serta.

Sepuluh menit kemudian Tari tiba di warung ibunya.
"Kak, itu kadonya tadi ibu suruh si mba masukin di ruanganmu. Memang kadonya dari siapa sih, kak?" Ibu penasaran.
"Kakak juga gak tau bu, semalem yang nemuin mba Tuti. Katanya sih buat kakak. Makanya kakak pengen liat."
"Ya sudah, sana liat dulu. Barangkali salah kirim."

Benar saja yang dikatakan mba Tuti tadi malam, kadonya memang besar sekali. Tari semakin ingin membukanya saja. Dibacanya surat yang menempel di luar kado besar tersebut.

"Cantik, ini hadiah terakhir dariku. Semoga kamu suka. Aku tidak akan mengganggu kamu lagi. :)"

Membaca isi surat itu, Tari seolah sedih tapi juga lega. Lega karena ia tak harus ketakutan lagi menerima barang-barang misterius dari pemuja rahasianya. Sedih karena Tari akan merasa kehilangan hadiah-hadiah yang biasa ia dapatkan setiap hari. Perempuan mana yang tidak suka di beri hadiah? Apalagi hadiah yang mereka suka. Meskipun ketakutan, sebenarnya Tari menyukai semua hadiah yang dikirmkan oleh orang aneh itu. Hanya saja Tari tidak suka cara dia mengirimkan padanya. Tari menghela nafas dan membuka bingkisan berbentuk kado itu. Sebuah boneka teddy bear besar sedang duduk didalamnya. Warnanya cokelat muda. Seperti warna kesukaan Tari selama ini.

"Teddy bear? Serius ini buat gw?" Tari heran sekaligus senang saat ia mendapati boneka besar itu yang ada di dalam bungkusan kado.

Ia lalu mengeluarkannya dan menaruh boneka raksasa itu di meja. Tari senang bukan main. Namun ada satu yang masih mengganjal di pikiran Tari. Siapa orang yang sudah berbuat sejauh ini untuk dia? Suara sms masuk ke handphone Tari.

"Gimana bonekanya? Kamu pasti suka. Aku tahu kamu pasti suka sama semua hadiah yang aku kirim. Hanya kamu tidak mau mengakuinya. Tunggu aku di hari ulang tahunmu. :)"

Tari kemudian membalasnya.

"Aku tau kamu ada, aku juga tau kamu merhatiin aku dari tempatmu sekarang. Tapi yang gak aku tahu kenapa harus dengan cara ini? Segitu pengecutnya kah kamu sampe harus dgn cara kayak gini? Aku suka hadiah-hadiahmu. Tapi tidak dengan caramu mengirimkannya."

Tiga minggu berlalu setelah kejadian misterius itu. Selama tiga mingg ini tidak ada teror-teror lagi untuk Tari. Tari tak sabar menunggu hari ulang tahunnya tiba. Satu-satunya yang ia tunggu adalah kehadiran orang misterius itu saja. Tiga minggu ini Tari benar-benar seperti orang yang mau melahirkan. Rasanya ingin cepat-cepat hari itu saja. Dibukanya email seperti biasa. Dan ternyata ada pesan masuk dari pemuja rahasia Tari. Kali ini ekspresi muka Tari sedikit cerah dan sumringah membaca isi pesan itu.

From : Secret Admirer
Subject : H-2

I'm your secret admirer
I'm your true lover
I walk everywhere you go
I see everything you saw

The day will come right away
Believe me!
I won't hurt you
All i want is to be remembered by you

When the day come, 
Just give me your best smile
Don't let me sad
Please, forgive me for everything i've done
I'm not a loser
I hate for being your secret admirer
I wanna be your real adorer
That's all .

Membaca isi pesan itu, entah kenapa perasaan Tari terenyuh dan  seolah menyesal telah bersikap kurang baik selama ini. Padahal semua yang orang itu lakukan adalah untuk menunjukkan perasaannya kepada Tari. Tari baru sadar, bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan perasaan cinta mereka. Tari merasa bersalah atas semua sikapnya kepada pemuja rahasianya itu.

Akhirnya hari yang Tari nantikan tiba. Hari ini, tepat di hari usianya bertambah, Tari akan bertemu dengan pemgagum rahasia yang sudah membuatnya tidak sabar menuggu kedatangan ulang tahunnya. Tari tidak merayakan pesta ulang tahun, dia juga tidak mendapatkan kado spesial dari seseorang. Hanya kecupan hangat dan ucapan selamat dari ibu dan adiknya tadi malam yang ia dapatkan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Di rumahnya juga tidak ada kue ulang tahun sama sekali. memang begitu kebiasaan Tari setiap ulang tahun. Biasa saja. Namun kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Meski tanpa kue dan lilin, Tari merasa ulang tahunnya kali ini sangat spesial karena orang misterius itu. 

"Tok... Tok... Tok..." Suara pintu rumah tari ada yang mengetuk.
Tari tak sabar membuka pintu dan melihat siapa yang ada di balik pintu rumahnya itu.
"Selamat ulang tahun, cantik. Semoga kasih Tuhan selalu mengelilimu dan keluargamu." Ucap seseorang dibalik rangkaian bunga mawar putih yang besar.
Tari terkejut setengah mati. Matanya berhenti berkedip beberapa detik. Ia langsung memeluk orang yang berada di hadapannya itu.
"Nicoooo... Ini kamu? Ya ampun. Ini beneran kamu? Kok kamu bisa ada disini? Kamu bukan secret admirer aku kan?" Tari menyerobot Nico dengan pertanyaannya itu.
Nico ini adalah orang yang dulu pernah hadir dalam hidup Tari. Meski hanya sesaat, namun kehadiran Nico sangat berpengaruh untuk Tari. Tari sempat jatuh cinta pada Nico. Namun belum sempat mengutarakan perasaannya, Nico pergi tak tau kemana. Tari kehilangan kontak Nico sejak empat tahun lalu. Tari tidak pernah curiga kalau selama ini yang selalu memberinya hadiah itu Nico. Karena yang Tari tahu, Nico bukanlah tipikal laki-laki yang romantis dan puitis. 
"Iya, ini aku. Akulah yang selama ini mengirimkan hadiah-hadiah buat kamu. Aku  yang selalu ngirim kamu email dan sms-sms romantis. Aku yang berada dibalik amplop cokelat yang kamu temukan di halte." Nico tersenyum.
"Terus, kenapa kamu gak langsung nemuin aku sih. Kenapa kamu mesti jadi secret admirer aku coba?" 
"Kalo aku gak kayak gini, kamu gak akan tahu seromantis apa aku sama kamu. Aku selalu bermimpi untuk jadi cowok kamu. Tapi kamu gak pernah ngasih aku kesempatan buat nunjukkin perasaan aku ke kamu. Kamu selalu bilang sama aku kalo aku ini gak romantis, aku gak bisa bikinin kamu kata-kata indah. Makanya begitu aku pindah ke Jakarta, aku berusaha untuk menjadi seorang yang romantis. Aku belajar dari sodaraku, Reza. Dia tinggal di daerah sini juga. Dia yang ngasih tau aku cara membuat kata-kata romantis. Aku juga banyak cerita tentang kamu sama dia. Nanti kalau ada waktu, aku kenalin kamu sama dia ya. Sekarang, bolehin aku masuk dulu. Aku pegel berdiri terus. Hehe." Nico dan Tari pun melanjutkan obrolan mereka di dalam rumah.

Semakin hari hubungan Tari dan Nico semakin dekat. Kini, Nico tidak lagi menjadi secret admirer Tari. Karena sekarang mereka sudah berpacaran. 

Dear, Ayah.

Ayah, aku rindu ayah. Rindu sekali. Ayah sedang apa di Surga? Gak kesepian kayak kita disini, kan? Ayah kapan dateng ke mimpi Tari lagi? Tari mau cerita banyak sama ayah. Tari kangen di peluk ayah. 

Ayah, apa ayah tahu secret admirer? Pasti ayah tahu. Dulu, ayah sering bilang sama aku kalo setiap orang punya cara sendiri-sendiri dalam mengungkapkan perasaanya. Ayah benar. Aku baru saja bertemu dengan seseorang yang sudah lama ada di hati aku selain ayah, ibu dan Ade. Ayah tahu gak dia kayak apa? Dia mirip ayah. Makanya aku nyaman di deket dia. Ayah jangan cemburu ya kalo sekarang aku dekat dengan cowok lain selain ayah. Aku tau ayah masih mengawasi aku. Ayah juga pasti tahu siapa secret admirer aku. Ayah pasti suka sama dia. Karena ibu juga begitu. Aku sayang ayah.

Tari menulis surat lagi untuk ayahnya di blog pribadinya. Tari memang begitu. Semua kebahagiaannya selalu ia tulis disana. Khusus untuk ayahnya. Tari tidak pernah menulis cerita sedih atau marah. Karena ia tak mau ayahnya tahu kalau Tari sedang bersedih. Meski sudah lama tanpa ayah, Tari tetap tidak ingin punya ayah baru. Karena ibu Tari tidak ingin membagi kasih sayang anak-anaknya kepada ayah yang lain. Ibu Tari memang sangak baik dan bijaksana. Ibu Tari juga mengenal Nico. Sangat kenal. Karena memang dulu sebelum Nico menghilang, Nico sangat dekat dengan keluarga Tari. Bahkan ayah Tari sempat menitipkan putrinya pada Nico. Dan sekarang Nico melunasinya. Mimpi Nico untuk mendapatkan Tari sudah terwujud. Keinginannya untuk bisa romantis pun demikian. Kini, Nico dan Tari tak lagi berjauhan. Kapanpun mereka mau, mereka bisa bertemu.


- Fin -
***


 

©Copyright 2011 Pabrik Huruf | TNB