Ini
tentang kisah cinta seorang pemimpi besar yang berjiwa besar dan bermental
tahu. Sangat bersebrangan.
Cerita
ini bermula ketika Tari menemukan sebuah amplop cokelat di halte bus tempat ia
biasa menunggu angkutan yang mengantarnya ke kantor setiap hari. Amplop itu
tergeletak begitu saja di tempat duduk halte. Tari melihat-lihat sekeliling
dirinya namun disana hanya ada dia dan amplop itu. Tari penasaran lalu
mengambil amplop misterius itu. Misterius karena tidak diketahui pemiliknya. Ia
tak langsung membuka isi amplop itu. Yang Tari lakukan saat itu adalah
menaruhnya ke dalam tas kerjanya.
Setibanya
di kantor, Tari buru-buru membuka amplop yang ia temukan itu. Amplopnya begitu
rapi sehingga Tari sayang untuk merobeknya.
"Isinya
apaan ya, jangan-jangan isinya surat berharga. Ah, tapi kalo surat berharga
mana mungkin dibiarkan jatuh di halte." Ucap Tari dalam hati.
Begitu
Tari merobek amplop itu, tiba-tiba suara Roni mengagetkannya.
"Ehem, surat cinta ya Tar? Cie cie, dari siapa tuh." Sela Roni.
"Ih,
elo bikin orang jantungan aja. Gak tau nih isinya apaan, gw aja
penasaran." Jawab Tari spontan.
"Lha,
gw pikir surat cinta." Roni menambahkan.
"Surat
cinta dari kakek lo." Tari kesal.
"Ya
udah sih lo buka tu amplop kalo penasaran. Gw jg pengen liat isinya apaan.
Boleh kan?" Roni merajuk.
"Ah
engga-engga, kenapa lo jadi mau liat juga. Gw bukanya nanti aja kalo udah di
rumah. Bahaya kalo lo tau. Nanti lo bocorin ke temen-temen lain lagi."
Tari makin kesal.
Roni
pun berlalu dari hadapan Tari.
Tari
bekerja tidak seperti biasanya. Aktivitasnya diselingi dengan sesekali melihat
jam di tangannya. Rupanya Tari sudah tak sabar menunggu waktu pulang dan ingin
segera membuka amplop yang sudah robek itu.
Jam
di tangan Tari menunjukkan waktu pulang. Tari pun membereskan semua
pekerjaannya dan langsung meninggalkan meja kerjanya. Perjalanan dari kantor ke
rumah Tari hanya menempuh waktu setengah jam. Namun perjuangan Tari menunggu
angkutan yang lama. Bisa sampai satu jam. Sepertinya Tari sudah ingin
cepat-cepat tiba di rumah saja. Untungnya bus yang Tari tunggu tak lama
datang.
Sesampainya
di rumah, hal pertama yang Tari lakukan adalah membuka amplop itu. Tari
benar-benar dibuat penasaran oleh isi amplop itu. Ia pun langsung membukanya.
Dan ternyata isinya adalah sebuah karya seni yang berbentuk lukisan di atas
kertas A4.
"Haah?
Lukisan wajah gw?" Tari kaget bercampur heran.
"Siapa
yang naroh ini di halte ya, terus kenapa bisa pas sama gw?" Tari semakin
heran.
Dibolak
baliknya amplop dan lukisan itu, tetapi ia tak menemukan satu identitaspun.
Saking penasarannya, dia menelpon semua teman-temannya yang pandai
melukis. Namun ia tidak mendapatkan hasil apa-apa.
"Kalo
gw nemuin siapa yang bikin lukisan ini terus naroh di halte, hal pertama yang
mau gw lakuin adalah marahin dia." Ucap Tari sambil melihat lukisan
wajahnya itu.
Pagi
pun datang seperti biasa. Tari sudah bersiap-siap berangkat kerja. Hari itu ia terlihat
lebih ceria.
"Bekal
makannya Kak!" Ibu menyodorkan sebuah tempat makan berbentuk kotak kepada
Tari.
"Semalam
pulang jam berapa, kok ibu gak tau." Tanya ibu.
"Oh,
kakak pulang tepat waktu kok bu. Kemarin mungkin ibu sama ade lagi di warung.
Kakak agak kurang enak badan, jadi langsung tidur." Jawab Tari.
"Oh
gitu, iya kemarin warungnya ramai banget Kak, jadi ibu sama ade pulangnya
telat." Kakak gak kenapa-kenapa kan? Sudah minum obat belum?" Ibu
panik.
"Kakak
gak apa-apa kok bu. Ini udah segeran." Jelas Tari.
"Ya
udah, kakak berangkat ya. Nanti pulang kerja kakak langsung ke warung
aja." Tari mencium ibu sekaligus ayahnya itu.
Halte
hari ini tampak sesak. Tidak seperti kemarin. Tari pun bergabung dengan
orang-orang yang sedang menunggu bus itu. Sepanjang jalan Tari masih saja
memikirkan tentang lukisan wajahnya.
Suasana
kantor pun masih seperti biasanya. Suara printer dan telepon kantor
berbunyi sesekali. Tari membuka komputer kerjanya dan langsung membuka email.
Di bagian kotak masuk emailnya Tari menemukan satu pesan dengan
subjek 'Good Morning' yang isi pesannya sangat singkat 'Hi, beautiful
girl. Hope you like my present yesterday. :)'. Tari ternganga dan semakin
merasa heran dengan kejadian dua hari ini. Tari melihat pengirim pesan
tersebut. Namun akunnya sedikit janggal. Siapa orang yang sudah membuat Tari
tidak bisa tidur ini. Taripun tak tahu.
"Kania
Distariiiiii..." Uchi mengagetkan Tari dari belakang.
"Uchiii,
kaget tauuu." Tari sedikit marah.
"Hehe,
maaf deh. Abisnya kamu aku panggil-panggil gak nengok. Lagi sibuk apa sih neng
cantik?" Goda Uchi.
Uchi
ini teman Tari dari SMA. Mereka kebetulan kuliah di bidang yang sama dan
kemudian bekerja di tempat yang sama pula.
"Gak
ngerjain apa-apa kok. Ini aku lagi buka email doang. Kamu kenapa manggil
aku Chi?" Tari bertanya.
"Enggak,
ini tadi aku dapet telpon dari ko Mike. Katanya nanti siang kita ada meeting
sama klien yang dari Jakarta itu. Tadi ko Mike nelpon kamu cuma kamunya belom
dateng. Bisa, kan?" Ucap Uchi.
"Oh,
iya bisa kok. Jam berapa Chi?"
"After
lunch deh kayaknya, soalnya mereka baru nyampe Bandung jam 12-an. Paling mereka
juga makan siang dulu."
"Oh,
ya udah. Aku nyiapin bahan-bahan meeting dulu kalo gitu. Kamu nanti hubungin
mereka aja ya Chi. Siapa tahu mereka bisa sebelum makan siang."
"Iya,
oke boss. Ya udah, aku balik ke meja ya. Kamu jangan bengong-bengong aja entar
kesambet lho. Hehe." Uchi pun berlalu.
Tari
langsung menutup pesan di kotak masuk emailnya lalu menyiapkan
bahan-bahan untuk presentasi nanti siang. Kebetulan Tari ini adalah tangan
kanan bosnya. Jadi apa-apa Tari yang harus turun tangan. Maklum bosnya expat
jadi tidak setiap waktu ada di Bandung. Hari ini sepertinya akan menjadi hari
yang melelahkan bagi Tari.
Waktu
menunjukkan jam makan siang. Tari membuka bekal dari ibunya tadi pagi. Selesai
makan ia langsung sembahyang dzuhur. Beberapa jam kemudian meeting pun
berlangsung. Seperti biasa presentasinya yang menarik dan cemerlang ia
selesaikan dengan baik. Di luar ruangan meeting, Tari bercakap-cakap sebentar
dengan kliennya itu.
"Thanks
ya, mbak Tari. Bos saya suka sama presentasi mbak. Semoga kerjasama kita bisa
terus terjalin." Ucap Dandy.
"Sama-sama
mas Dandy. Saya senang kalau pihak mas juga puas dengan presentasi kami. Iya
mas semoga kedepannya kita bisa lebih solid lagi ya. Terimakasih kunjungannya
ke kantor kami." Jawab Tari sopan.
Tari
pun mengantarkan kliennya sampai keluar kantor. Tari lega, tugasnya hari ini
sudah selesai dengan rapi. Ia kembali ke meja kerjanya dan membuka email.
From
: Secret Admirer
Subject
: Congratulations
Cantik,
selamat ya. Presentasi kamu berhasil lagi ya? Kamu memang berbakat. :)
Tari
kembali dikejutkan dengan penampakan yang ia lihat pada bagian paling
atas kotak masuk emailnya.
"Gila,
ni orang niat banget sih bikin gw jantungan. Kok dia tahu kalo gw abis
presentasi?" Tari semakin berada di ujung rasa penasarannya.
To
: Secret Admirer
Subject
: Re: Congratulations
Sorry,
kamu siapa sih. Dari kemarin kamu bikin aku gak bisa mikir. Kalo kamu tau aku,
datengin aku. Temuin aku. Jangan kayak banci dong! Kalo berani ngomong langsung
di depan aku. Be gentle!
Tari
mengirim balasan ke akun email aneh itu. Tak terasa hari sudah mulai
sore. Tari harus segera pulang. Seperti janjinya tadi pagi, ia langsung menuju
ke warung tempat ibunya berjualan.
Pengunjung
rumah makan sore itu lumayan banyak untuk ukuran rumah makan sekelas rumah
makan ibu Tari. Ibunya memang jago memasak. Saking ramainya, Tari tak sempat
memperhatikan seseorang yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan
dengannya.
"Eh,
maaf mas. Saya yang salah. Permisi." Tari langsung meminta maaf kepada
orang yang baru saja ia tabrak. Orang itu pun tidak memperpanjang urusannya
dengan Tari.
"Kak
Tari, kok kakak langsung kesini?" Tanya Nindy adik Tari.
"Iya
De, kan tadi pagi kakak udah janji sama ibu."
Ibu
Tari tidak sendiri, ia dibantu beberapa orang karyawan yang merupakan tetangga
rumahnya. Kadang, mereka juga membantu menjaga Nindy jika ibu harus turun
langsung membuat masakan. Maklum Nindy masih kecil jadi harus selalu di
awasi.
"Nindy
langsung pulang aja yuk sama kakak. Biar si mbak nya bantuin ibu aja. Kan lagi
rame." Ajak Tari pada adik satu-satunya itu. Tari pun langsung menemui
ibunya dan membawa adiknya pulang.
Kebetulan
jarak rumah dan warungnya tidak terlalu jauh, jadi Tari bisa pulang dengan
berjalan kaki.
Setibanya
di rumah, Tari mendapati sepucuk surat diantara beberapa tangkai bunga mawar
putih di atas meja di teras rumahnya. Ia langsung menghela nafas panjang.
"Apaan
lagi ini, lama-lama gw bosen juga dapet ginian terus." Tari mengambil
bunga dan masuk ke dalam rumah.
"Hi
cantik, mudah-mudahan kamu suka mawar putih ya. :)" Tulis orang misterius dalam surat itu.
"Gila,
ini pasti orang yang sama yang udah naroh lukisan dalem amplop di halte, yang
ngirim email ke gw, yang ngucapin selamat buat presentasi gw deh. Kok
dia rajin banget sih. Gw aja gak kepikiran buat dapet ginian tiap saat."
Tari mulai geram.
Kira-kira siapa ya, pemimpi besar yang bermental tahu yang sudah mengirimkan kejutan-kejutan untuk Tari?
-to
be continued-
***