Sudah lebih dari satu jam Bagas dan Maya duduk di sana. Di sebuah restoran kecil bernuansa kota Paris di kota Bandung. Tampak Bagas yang sudah menghabiskan semua makanannya sedari tadi, dan masih berhadapan dengan satu gelas orange juice yang isinya tinggal setengah. Di hadapan Bagas, Maya yang terlihat tak berselera untuk menghabiskan makanan malam itu, dia hanya bermain-main dengan sendok dan garpu di tangannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah Bagas yang sedang memperhatikannya.
“Habiskan makanannya”
“Kenapa harus makan di sini sih, Gas? Kamu kan tau aku ga
suka tempat ini!”
Bagas tersenyum sedikit sinis sambil berujar “Terlalu banyak
tempat yang kamu ga suka, cuma karena tempat-tempat itu punya histori dengan
masa lalu kamu! Ayo laaah, Kota ini terlalu kecil untuk kamu black-list
tempatnya satu-satu. Mau sampai kapan kamu gini terus?”
Maya membuang pandangannya sambil menahan tangis yang nampak
sudah di ujung tenggorokan.
“Aku cuma ingin kamu bisa lupain itu semua! Aku sengaja
selalu ngajak kamu ke tempat-tempat yang punya histori buat kamu dan mantan
kamu! buat apa? Biar kita bisa bikin cerita baru di situ, sampai akhirnya
tempat-tempat itu jadi milik kita! Cuma ada cerita kita di sana! Aku bisa bikin
semuanya lebih indah, Maya!”
"Aku berulang kali bilang sama kamu, Gas..., aku butuh
waktu!"
"Berapa lama lagi? kita udah pacaran hampir tujuh
bulan, dan hampir tidak ada perubahan! Sampai sekarang aku masih harus berbagi
tempat di hati kamu! Kamu pikirin perasaan aku, May!" Amarah Bagas benar-benar
meledak kini.
Maya tidak berkata sepatah kata pun, tangisnya pecah.
"Aku mau pulang!" gertak Maya seraya menarik tasnya lalu kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
"Maya! Maya!" Bagas mencoba menahan langkah Maya dengan berteriak memanggil namanya, alih-alih menengok dan urung pergi, Maya malah terus berlalu dari tempat itu.
Bagas cuma bisa bengong, dia melandaikan sandarannya di kursi yang kini terasa panas. Meratapi kejadian barusan, menahan malu dari tatapan beberapa orang di sana, ingin segera berlalu meninggalkan tempat yang mulai sepi itu.
***
Waktu menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas menit. Bagas yang masih kalut memilih untuk menenangkan diri di salah satu taman kota, dia terus mencoba menghubungi ponsel Maya yang kini tidak aktif. Kegalauan nampak jelas dari kaki yang terus bergerak dan pandangan yang menyebar tanpa arah. Ada sesal di sana, amarah, dan kini perasaan sedih pun mulai menyeruak dari perasaan yang semakin kacau.
"Aku mau pulang!" gertak Maya seraya menarik tasnya lalu kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
"Maya! Maya!" Bagas mencoba menahan langkah Maya dengan berteriak memanggil namanya, alih-alih menengok dan urung pergi, Maya malah terus berlalu dari tempat itu.
Bagas cuma bisa bengong, dia melandaikan sandarannya di kursi yang kini terasa panas. Meratapi kejadian barusan, menahan malu dari tatapan beberapa orang di sana, ingin segera berlalu meninggalkan tempat yang mulai sepi itu.
***
Waktu menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas menit. Bagas yang masih kalut memilih untuk menenangkan diri di salah satu taman kota, dia terus mencoba menghubungi ponsel Maya yang kini tidak aktif. Kegalauan nampak jelas dari kaki yang terus bergerak dan pandangan yang menyebar tanpa arah. Ada sesal di sana, amarah, dan kini perasaan sedih pun mulai menyeruak dari perasaan yang semakin kacau.